Banyak Genius Pernah Dinyatakan Mengalami Kelainan
Banyak genius, jutawan, ilmuan dan pemimpin besar dunia, dulunya pernah dinyatakan disleksia.
Sejak menjadi ibu, saya mulai sering membaca sejumlah artikel tentang perkembangan anak dan parenting. Karena menjadi orang tua pun butuh belajar. Termasuk belajar tentang perkembangan si kecil kenapa kemampuan berbicara si kecil tidak seperti anak lainnya? Kenapa si kecil gampang ketakutan? Kenapa si kecil suka menata sesuatu? Dan lain sebagainya.
Memang, terkadang sejumlah kekhawatiran itu cukup teratasi dengan kalimat “setiap anak punya keistimewaan sendiri” atau “Setiap anak itu unik” dan semua kalimat positif lainnya. Namun sempat ada beberapa hal yang kadang saya merasa semua kalimat positif itu tidak mempan. Misalnya pernah kemampuan berbicara si kecil agak tertinggal dengan yang lain. Sejujurnya saya tidak bisa terima hanya sekadar meyakinkan diri bahwa anak saya unik dan istimewa. Tidak, karena itu artinya saya harus berbuat sesuatu.
Lalu, apa yang saya lakukan? Saya berusaha membawa anak saya bermain dengan anak-anak yang sudah mampu berbicara dengan baik. Selain itu secara rutin saya sering mengajaknya bercerita atau membacakan cerita dengan cukup keras. Ketika saya sudah mulai aktif bekerja lagi, saya memasukkan dia di baby care fullday, artinya dia akan memiliki banyak teman baik yang keci maupun dewasa. Serta, sekian upaya lainnya. Hasilnya? Yah, hasilnya sesuai dengan yang saya pikirkan. Perkembangannya termasuk pesat, dia tidak lagi malu-malu berinteraksi dengan orang lain. Si kecil juga mampu memaparkan secara runut apa yang dia pikirkan, serta sejumlah perkembangan lainnya.
Namun apakah yang sudah saya lakukan sudah tepat? apalagi melihat perkembangannya seperti yang saya harapkan. Meskipun dalam beberapa hal, misalnya dalam hapalan, dia tidak begitu unggul. Namun saya tidak ingin berusaha membuatnya harus sama seperti teman-temannya yang memiliki keunggulan dalam hal hapalan. Saya ingin dia tetap menikmati proses belajarnya. Meskipun pengetahuan saya terbatas, namun saya tetap berusaha belajar memahami pertumbuhannya, tanpa memaksanya. Apalagi sampai muncul pemikiran bahwa anak saya memiliki kelainan. Namun dalam pikiran saya sempat muncul kekhawatiran, namun sampai saat ini saya masih teguh untuk tidak berambisi agar dia memiliki kemampuan yang sama dengan anak-anak lainnya.
Anak Tipe Spasial
Nah, dalam kisah inspiratif yang saya baca dari buku Ayah Edy, seorang Konsultan parenting dan penggagas “Indonesian Strong from Home”. Saya juga banyak belajar tentang ADD, ADHD dan disleksia. Sebelum tahun 80-an, sebagian besar pendidik memandang Anak ADD, ADHD, dan disleksia adalah anak-anak yang bermasalah atau anak dengan kecerdasan di bawah rata-rata. Namun anehnya, sejarah telah mencatat bahwa banyak genius, jutawan, ilmuwan, dan pemimpin besar dunia, dulunya pernah dinyatakan ADD, ADHD, dan disleksia. Bahkan Einstein dan Jenderal George Patton sendiri pun di sekolahnya pernah dinyatakan bermasalah dengan belajar.
Hingga akhirnya pada tahun 1980, Princilla Vail berhasil menuangkan pemikirannya melalui tulisannya berjudul “Smart Kids with the School Problem”. Lalu tiga tahun kemudia, John Philo Dixon memberikan penjelasan dan pandangan-pandangan baru mengenai anak-anak bermasalah ini. Dia menyatakan bahwa mereka bukanlah anak bermasalah, melainkan anak dengan tipe spasial (In The Mind of Visual Thinker), yakni anak yang memiliki kemampuan unggul berpikir imajinatif dan sudut ruang tiga dimensi. Pemikiran ini menjadi peletakan batu pertama dari teori gaya belajar yang saat ini berkembang.
Setiap Anak Cerdas di Bidangnya Masing-masing
Pada tahun 1989, David Elkind juga menyampaikan pandangannya, tentang mengapa jumlah anak-anak semacam ini dari tahun ke tahun terus bertambah. Dia berpendapat hal ini terjadi karena para orangtua sering memaksakan anaknya untuk mempelajari sesuatu yang belum waktunya, atau anak yang diburu oleh waktu dan kesibukan.
Dalam buku David Elkind yang berjudul “The Hurried Child, Growing Up Too Fast and Too Soon”, dia juga memperhatikan begitu banyak orangtua zaman sekarang yang mengursuskan anaknya di berbagai macam bidang hanya untuk mengejar gengsi, takut anaknya ketinggalan dengan anak-anak lainnya, tanpa tahu makna sesungguhnya dari apa yang dilakukan pada anaknya tersebut.
Sementara Thomas S. West melalui bukunya “In the Mind’s Eye, Visual Thinker” yang diterbitkan tahun 1991, menyatakan bahwa anak-anak dengan kesulitan belajar sesungguhnya adalah anak-anak dengan yang menyimpan potensi unggul tersembunyi, yang merupakan anugerah terbesar dari Tuhan. Mereka tidak berpikir dengan pola logika, melainkan dengan pola imajinasi dan visualisasi. Pemikiran ini menjadi fenomenal dan kontroversial untuk saat ini.
Namun, melalui serangkaian studi yang dilakukan oleh Howard Gardner dalam bukunya “The Frame of Minds” terbitan 1993, dia menyatakan bahwa sesungguhna setiap anak yang terlahir adalah cerdas. Mereka cerdas pada bidangnya masing-masing. Selama ini kita telah menganggap bahwa seorang anak dikatakan cerdas apabila dia pandai membaca, menulis, dan berhitung. Padahal, semua itu hanyalah sebuah kelompok kecerdasan yang kemudian dinamakan oleh Ayah Edy sebagai Kecerdasan Berbahasa dan Kecerdasan Berlogika. Salah satu kelompok kecerdasan dari delapan atau lebih kecerdasan manusia yang tiada terbatas.
***
Nah bunda sekalian, saya sendiri dengan membaca semua referensi yang dipaparkan Ayah Edy jadi lega. Lega karena kini saya yakin anak saya adalah anak yang cerdas. Saya lega karena saya tidak lagi ragu dan tentunya harus belajar untuk terus sabar dan menerima setiap perkembangannya.
Semua referensi para pakar yang disebutkan dalam tulisan saya ini bersumber dari buku “Ayah Edy Punya Cerita”. Salah satu bab tulisannya membicarakan tentang ini di halaman 165-199.
Salam hangat,
Alimah Fauzan
Sumber gambar: pinterest
Leave a Reply